Langsung ke konten utama

Mencintai Munir

 

Aku berangkat, cintamu mengiringi perjalananku peluk cium untukmu dan dua belahan jiwa kita.
I love you -- 6 September 2004 (Mencintai Munir, halaman 181)


 

Melihat tanggal saaat SMS itu dikirin, kita semua tahu keesokannya adalah tanggal pembunuhan Munir. Di laman laman selanjutnya air mata saya tumpah, saya bisa merasakan betapa hancurnya perasaan Suci saat menerima kabar kematian Munir. Kesedihan, rasa sakit serta kekuatan juang untuk keadilan semua ditulis Suci Wati dengan ringan tapi tidak menghilangkan daya sebarnya di hati kita.

Kecuali referensi, buku setebal 362 halaman itu saya selesaikan selama satu hari. Buku ini sangat ringan dengan gaya penceritaan aku-kamu membuat kita merasa jadi bagian dalam perjalanan sepasang manusia ini – sekaligus seolah menyaksikan semua yang ditulis Suci dalam MENCINTAI MUNIR (tentu semua ini sebagai orang ketiga). Jika ekspektasimu ini adalah kisah cinta dua manusia maka kamu akan mendapat lebih. Dari sini kita diajak kita melihat Munir dari dekat, ia yang idealis dan berintegritas sebagaimana yang kita dengar, tonton dan baca tetapi ia yang gelisah dengan kondisi sosial sekitar, Munir yang lucu, yang romantis, yang jatuh cinta dan Munir yang amat sayang pada keluarga.

Ini adalah cerita tentang laki-laki yang menerobos hutan Aceh untuk bicara soal pelanggaran HAM. Ini adalah cerita soal laki-laki yang berkali-kali mau dibunuh karena selalu bicara benar. Ini adalah janji seorang perempuan untuk terus berjalan maju mencari keadilan dari kejahatan konspiratif negara dalam pembunuhan suaminya. Dalam perjalanan panjang ini kita tak hanya melihat lebih dekat pada Munir tetapi juga turut jadi saksi bagaimana Suci bertransformasi menjadi pejuang HAM yang mengkritisi pemerintah.

Disinilah bukti bahwa gugatan gugatan Suci atas kepergian Munir bukanlah kedangkalan sebagaimana hujatan orang tapi kecintaan yang amat dalam.

(Terkhusus) Berkali-kali saya ulang baca bagian awal mula didirikannya KontraS, saya meresapi energi dalam kelahirannya dan bagi saya itu adalah spiritualitas.  Beberapa paragrafnya menjadi pengingat diri untuk tak padam dalam juang sekaligus berefleksi atas apa yang telah Munir lakukan untuk isu kemanusiaan. Sesungguhnya apa kami buat hari ini masih sangat sedikit Cak dibandingkan yang kau lakukan.

 

(KontraS Aceh sedang mempersiapkan launching buku Mencintai Munir yang akan dilaksanakan tanggal 15 November 2022 di Banda Aceh nanti)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Umar dan Sembilan Butir Peluru yang Selalu Dibawanya

Tahun 2019, saya menggantikan Faisal Hadi sebagai interpreter untuk seorang periset bernama Amoz J. Hor. Bersama Hendra Saputra, kami berkunjung ke beberapa tempat sepanjang pantai timur Aceh. Perjalanan tersebut berlangsung selama hampir dua minggu. Dari banyak narasumber yang kami temui, salah satunya Umar. Ia adalah mantan ajudan Teungku Ishak Daud—Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Peureulak. Di awal, Umar terkesan defensif, tampak tak suka dengan kedatangan kami, terutama ketika hendak diwawancara. Wajahnya datar tanpa emosi, sulit meraba apa yang ia pikirkan saat itu. Usaha saya untuk beramah-tamah terasa sia-sia belaka karena Umar terlihat amat ketus. Hati kecil saya bergumam, kalau tidak berkenan diwawancara kenapa menerima sejak awal? Orang ini terkesan plintat-plintut. Saya mengalami jalan buntu dalam mencari jalan keluar untuk memecah kebekuan di meja. Amoz tampaknya bisa merasakan itu. "Nana tidak usah terlalu berusaha. Tidak apa-apa, kita minum kopi saja,&quo

Suzuya Mall Banda Aceh Terbakar

Suzuya Mall Banda Aceh, letaknya di Seutui. Kampung tempat saat ini saya tinggali, waktu tempuh sekira 20 menit saja kalau jalan santai atau 4 menit dengan sepeda motor. Tempat perbelanjaan (hampir) serba ada ini gak terlalu spesial, cuma sering ada diskon dan beberapa barang/merek yang gak dijual bebas seperti Ace, The Body Shop, Miniso aja yang buat saya kesana. Tentu, sebagian besar bukan belanja beneran barang-barang tersebut melainkan window shopping , cari inspirasi atau nambah semangat nabung . Biasanya, setiap dua minggu saya selalu belanja bahan rumah tangga. Sebagian barang yang tahan lama saya beli di pasar modern seperti swalayan, banyak diskon yang ditawarkan. Sementara bahan tak awet seperti sayuran dan ikan saya beli di pasar tradisional, karena biasanya lebih murah dan seringkali langsung dari tangan pertama (petani). Itu kebiasaan yang sudah saya bangun sejak 2 tahun yang lalu untuk menjaga efisiensi dan tetap ekonomis. Rino suka menemani saya belanja, yang sebenarnya

Membersamai Langkah Kaki

Bo, adang-kadang saya merasa kalau kita sudah lama sekali bersama dalam hubungan ini. Hahaha. Padahal setelah saya hitung, baru setahun setengah, PAS! Hey, happy 1,5 tahun and still count yah. Saya gak akan malu-malu nunjukin perasaan saya, orang-orang bilang nanti kalau putus bisa malu. Kalau ga jadi nikah bisa malu. So, what? Kenapa memangnya? Dunia ini terlalu kecil untuk menggosipkan kita, right? Tapi, entah Bo juga menyadarinya bahwa tiap kali kita berjauhan entah karena urusan kerja atau sesuatu. Selalu ada barang milik pasangan yang dibawa serta. Cara bagi kita untuk terus membersamai. Seingat saya, kamu yang memulainya saat saya bertugas ke Bener Meriah. Eh, atau saya yang memulainya saat ke Bener Meriah. Kita uji saja sayang, siapa yang lebih dulu melakukannya. Dan pemenangnya, harus diberi hadiah, hahaha.  (fotonya justeru saat sedang di Lampuuk) Saat itu, saya bertugas kemana gitu lupa (Bener Meriah deh kayaknya) dan meninggalkan jaket orange-hijau lumut saya untuk kamu paka