Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2019

PATAH

Gambar
Sesekali saat ia senggang Atau saat ingin, Ia akan menyiram hati yang kecil Meski sesekali Air menumbuhkan tunas asa Ah, mengapa akhirnya tertanam rasa? Orang melarikan layang layang agar terbang mengangkasa Bagaimana dengan layang harapan yang sejak awal cuma rangka? Aku sendiri saja yang merangkainya Dengan harap dan segenap khidmat Dia serupa tak hendak memberi tali Lalu apa arti kata padaku "buka hatimu" Datang padaku saat rindumu menggebu Tapi apa? Ternyata usai sudah pelarianmu Banda Aceh, Agustus 2019 *) Pict taken from Google

Mengungkap Gangguan Jiwa

Gambar
Dibuka pada 23 Agustus hingga 26 Agustus mendatang. Sebuah Pameran Seni (Kolektif Tugas Akhir) dihelat di Rumah Budaya, di Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh.  Sesuai catatan kurator Donna Carolina, M.Sn yang saya kutip di spanduk besar yang terletak di aula. Bahwa tajuknya sebagai Gangguan Jiwa disandarkan atas kegelisahan empat seniman muda yang berefleksi dari kejadian masa lampau.                         Adapun mereka berempat adalah Nikmatun Imdad, Fachrurrazi, Taqwallah dan Rafi Karimullah. Mereka mengekspresikan pengalaman empiris Aceh dalam hal peradaban Islam, Budaya Aceh, pelanggaran HAM juga kerusakan lingkungan dalam berbagai media. Lukisan, kriya kayu, logam dan  Mixed Media.  Ini dilihat dari pemilihan judul dan pemilihan ekspresi simbolik seperti selongsong peluru, warna merah darah,  kupiah meukeutop,  nisan dan batang kayu. Tetapi ada pula beberapa karya yang dipajang disudut tak berjudul. Dalam hal ini saya tidak akan mengulas soal teknik. Tentu saja itu di

Al Quran, Hadist dan Serambi Indonesia

Gambar
Tujuh tahun yang lalu, saya masih seorang siswi angkatan kedua di Sekolah Demokrasi Aceh Utara. Pada tahun 2012 itu sangat masih ingat jelas, ada materi soal media dan bagaimana menyikapi sebuah kabar (pemberitaan). Saat itu dikatakan oleh pengajar bahwa butuh yang namanya verifikasi dalam setiap berita agar tidak terjebak pada berita bohong. Penting bagi kita untuk memastikan kita mengunyah berita yang benar. Sehingga untuk satu berita saja kita perlu membaca 10 media berbeda. Berat? Tentu saja. Lalu, salah seorang teman mengatakan ada sebuah anekdote di Aceh yang bunyinya Tingkat kepercayaan di Aceh itu pertama Al Quran, lalu Hadist dan yang terakhir Serambi Indonesia. Tentu saja  ia berseloroh, namun SI memang benar merupakan punggawa media cetak di Aceh terlebih pada saat itu belum begitu banyak media-media online seperti hari ini. Kenangan ini masih jelas di ingatan saya, sampai hari ini saya masih sangat menghormati dan mengagumi Serambi. Sampai saya tertampar pada

Keumamah ; Karena Rasa Memang Gak Pernah Bohong

Gambar
Jargon "tenggelamkan!" dan kampanye untuk makan ikan dari bu Susi yang merupakan Menteri Kelautan Indonesia musti tak asing bagi kita. Rasanya terdengar sombong kalau bilang negeri kita kaya hasil alam dan laut. Tapi faktanya memang demikian adanya.   Mengikut hukum ekonomi saat penawaran begitu tinggi sementara permintaan tak berbanding lurus maka itulah yang terjadi.  Ikan tersedia banyak di pasar laias berlebih. Lebih-lebih ikan tongkol yang konon selalu berenang berkawan dan memiliki musim puncak. Sehingga ada waktu tertentu hasil jaring melimpah, jangan heran kalau harga jadi tak masuk akal sangking murahnya.  Orang jadi malas makan ikan (tongkol) karena bosan. Padahal nih ya, mengutip dari hellosehat.com ada banyak sekali manfaat mengonsumsi ikan tongkol yang banyak mengandung vitamin, mineral dan protein tinggi ini. Diataranya membantu menurunkan berat badan, meningkatkan fungsi otak plus kaya antioksidan yang bisa menetralisir radikal bebas. Wah...