Keumamah ; Karena Rasa Memang Gak Pernah Bohong
Jargon "tenggelamkan!" dan kampanye untuk makan ikan dari bu Susi yang merupakan Menteri Kelautan Indonesia musti tak asing bagi kita. Rasanya terdengar sombong kalau bilang negeri kita kaya hasil alam dan laut. Tapi faktanya memang demikian adanya.
Mengikut hukum ekonomi saat penawaran begitu tinggi sementara permintaan tak berbanding lurus maka itulah yang terjadi. Ikan tersedia banyak di pasar laias berlebih. Lebih-lebih ikan tongkol yang konon selalu berenang berkawan dan memiliki musim puncak. Sehingga ada waktu tertentu hasil jaring melimpah, jangan heran kalau harga jadi tak masuk akal sangking murahnya.
Mengikut hukum ekonomi saat penawaran begitu tinggi sementara permintaan tak berbanding lurus maka itulah yang terjadi. Ikan tersedia banyak di pasar laias berlebih. Lebih-lebih ikan tongkol yang konon selalu berenang berkawan dan memiliki musim puncak. Sehingga ada waktu tertentu hasil jaring melimpah, jangan heran kalau harga jadi tak masuk akal sangking murahnya.
Orang jadi malas makan ikan (tongkol) karena bosan. Padahal nih ya, mengutip dari
hellosehat.com ada banyak sekali manfaat mengonsumsi ikan tongkol yang banyak
mengandung vitamin, mineral dan protein tinggi ini. Diataranya membantu
menurunkan berat badan, meningkatkan fungsi otak plus kaya antioksidan yang bisa
menetralisir radikal bebas. Wah...
Ikan tongkol ini paling mudah
ditemukan di pasar, harganya tidak begitu mahal. Pada musimnya ikan yang
memiliki nama ilmiah Euthynnus Affinis bahkan tersedia
berlebih. Jika tidak dikelola dengan baik, ikan hanya akan mubazir sebab lemari
pendingin tentu tidak sanggup menyimpan dalam jumlah yang cukup besar. Sehingga
perlu ada metode dan teknik untuk pengolahan bahan mentah ini.
Menjawab banyaknya sumber daya dilaut kita ini. Tidak heran pula
olahan dari ikan tongkol pun beragam. Dipanggang, dipindang, diasap dan
dikeringkan. Di Aceh, ada sebuah masakan dari ikan tongkol yang terkenal,
disebut keumamah. Makanan ini sudah terkenal sejak zaman dulu.
Nenek-nenek kita yang pergi haji naik kapal laut hingga berbulan-bulan
memiliki makanan awet tanpa bahan pengawet kimia untuk dihabiskan
diatas kapal. Salah satunya keumamah ini.
Cuma karena tahan lama? Rasanya
gimana? Asam dari jeruk nipis yang meresap kedalam ikan berpadu dengan bumbu
yang berasal dari rawit, sunti dan kunyit. Dititik ini
lidah saya tak mampu berdusta, masih memikirkan namanya dengan serta
merta saliva ikut meleleh. Benarlah sebuah iklan terkenal
berkata "Rasa memang gak pernah bohong".
Dalam proses pembuatan keumamah ada dua proses pengolahan yang dilakukan. Ikan tongkol dikeringkan menjadi ikan ikan kayu (eungkot kayee) dengan cara direbus terlebih dahulu sebelum kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari beberapa hari hingga kadar air didalam ikan berkurang sampai habis. Itulah yang menjadikannya awet disimpan hingga berbulan-bulan. Hm...sebuah warisan maha agung dari nenek moyang kita.
Seperti namanya, ikan kayu ini
keras seperti kayu. Agar ramah terhadap kita, terutama para milenial yang
giginya serapuh hatinya. Agar dapat sedap dinikmati tanpa harus meringis
karena mengunyah sekuat tenaga. Caranya saat dimasak boleh menggunakan air agak
banyak dan dimasak lebih lama agar ikan tersebut melembut.
Proses kedua adalah memasak
ikan kayu menjadi keumamah. Sebenarnya kalau mau memasak keumamah tidak musti ikan kayu. Ikan tongkol rebus pun boleh. Sebelum
memasak, ada beberapa bahan yang perlu disiapkan. Ingat, terpenting dari semua itu tentu saja yang harus ada adalah ikannya. Sebab tidak mungkin masak lauk ikan tanpa ikan. Siapkan rawit,
asam sunti dan kunyit. Blender mereka bertiga. Lalu bawang merah
dirajang, daun kari, cabai hijau yang dipotong menyamping. Setelah semua bahan
tersedia, letakkan wajan yang sudah diisi minyak goreng diatas kompor. Jangan
lupa nyalakan api.
Teman saya chef Nana bilang "Jangan pelit minyak, harus banyak". Mafhumlah saya, tidak heran kalau lauk ini bisa tahan lama. Bukan rahasia kalau minyak adalah satu dari sekian banyak pengawet alami selain garam, gula, lemon dll. Ia mampu memperlambat proses oksidasi dan membuat mikroorganisme mati lebih cepat. Pantas gak basi, jadi ini bukan sulap dan bukan sihir.
Setelah minyak agak panas, tuangkan bumbu
yang sudah dihaluskan. Aduk. Tuang ikan lalu bawang, cabai dan daun kari. Tambah
garam secukupnya lalu aduk lagi hingga matang. Jika sudah masak tinggal hidangkan
diatas meja. Dimakan pakai nasi hangat saja rasanya mamma mia lezatos. Oh ya, kalau
kamu belum lapar bisa disimpan kok. Kan awet, bahkan kalau kamu laparnya 3 hari
kemudian pun, keumamah masih setia
menantimu dibawah tudung saji.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus