Al Quran, Hadist dan Serambi Indonesia

Tujuh tahun yang lalu, saya masih seorang siswi angkatan kedua di Sekolah Demokrasi Aceh Utara. Pada tahun 2012 itu sangat masih ingat jelas, ada materi soal media dan bagaimana menyikapi sebuah kabar (pemberitaan). Saat itu dikatakan oleh pengajar bahwa butuh yang namanya verifikasi dalam setiap berita agar tidak terjebak pada berita bohong. Penting bagi kita untuk memastikan kita mengunyah berita yang benar. Sehingga untuk satu berita saja kita perlu membaca 10 media berbeda. Berat? Tentu saja.



Lalu, salah seorang teman mengatakan ada sebuah anekdote di Aceh yang bunyinya Tingkat kepercayaan di Aceh itu pertama Al Quran, lalu Hadist dan yang terakhir Serambi Indonesia. Tentu saja  ia berseloroh, namun SI memang benar merupakan punggawa media cetak di Aceh terlebih pada saat itu belum begitu banyak media-media online seperti hari ini.

Kenangan ini masih jelas di ingatan saya, sampai hari ini saya masih sangat menghormati dan mengagumi Serambi. Sampai saya tertampar pada beberapa pemberitaan yang menurut saya bias dan mengecewakan.

Sebagai contoh, berita halaman satu pada tanggal 7 Agustus. Saya lampirkan foto beritanya. Jomblo Cantik Jago Nembak. Saya merasa judul beritanya bias. Apa hubungannya Ipda Melisa yang berparas cantik, berstatus jomblo lalu jago nembak. 



Itu satu hal, perkenankan saya memberi contoh berita lain lagi masih di SI.



Jujur, awalnya saya mengira Fatima adalah nama seekor sapi apalagi belum lama ini kita merayakan Hari Raya Idul Qurban. Ternyata bukan! Fatima itu nama seorang perempuan. Bukan seekor sapi seperti yang terfikir oleh saya saat pertama kali membaca judulnya. Berulang saya baca untuk memastikan. Iya, itu nama seorang perempuan dari Pattani.

Lalu, mengapa Serambinews.com menggunakan kata betina alih-alih perempuan atau wanita dalam judul beritanya.

Buru buru saya cek KBBI, tidak ada yang salah dengan kata betina merujuk pada yang memiliki ovum dan berkromosom xx. Lalu saya mencoba ingat pelajaran bahasa Indonesia, ada yang disebut peyorasi sebagai penyempitan makna. Pertanyaannya, apakah dulu sekali kata betina digunakan sebagai ganti perempuan?

Jika memang di Pattani sana mereka gunakan betina untuk memanggil/menyebut perempuan. Serambi pun rasanya kurang elok menggunakan kata yang sama mengingat komunikasi tertulis yang disampaikan kepada masyarakat Indonesia khususnya warga Aceh.

Rasa resah, dan ini bukan pertama kalinya perasaan demikian hadir saat membaca judul berita di koran kebanggaan rakyat Aceh ini. Barangkali saya salah, sebab ada seorang teman yang mengatakan itu adalah trik menarik perhatian pembaca. Tetapi bagi saya, mustinya difikirkan cara-cara lain yang lebih baik.

Saya masih berharap Serambi dapat menjadi salah satu dari sekian banyak referensi berita yang terpercaya sekaligus menjadi kebanggaan rakyat Aceh. Dunia semakin modern, informasi didapat dari sekali klik. KOran-koran Online makin berjamuran. Orang-orang tak lagi terikat pada kertas dan waktu. Makin melaju dan dunia dalam genggaman. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Bagi Jomblo Menghadapi Weekend

Suzuya Mall Banda Aceh Terbakar

Jogja, Istimewa (Sebuah Catatan Perjalanan)