Langsung ke konten utama

Babi yang Terpilih

Sebagai orang baligh, saya dan Dani bersepakat ingin menjadi orang kaya dan tak ingin meminta-minta pada lelaki manapun baik ayah maupun calon suami. Tentu, ini adalah harapan mulia perempuan mandiri. Bedanya, Dani membuat perencanaan dengan baik karena dia berakal sehat, dan dosen hubungan Internasional serta memiliki sepetak kebun. Sementara saya hanya memiliki hamparan harapan.

Keluarganya Dani yang punya tanah luas, sehingga ia memprovokasi keluarganya agar mereka mau membantu atau ikut investasi aren. seluwes agen MLM, Dani menjelaskan keuntungan dari pohon Aren yang didapat dari download riset² di google sarjana. Dani memang dosen sejati. 

Setelah memprovokasi paman-pamannya akhirnya mereka setuju agar tanahnya juga ditanami aren. Ini terjadi karena Dani memberikan mimpi-mimpi indah dari pohon aren yang mulai akar, batang dan buahnya bermanfaat. Dani sudah belajar tentang ekonomi hijau.

Suatu hari di bulan yang lalu Dani mengirimkan kiriman foto-foto batang aren yang telah ditanami. Dia senang karena yakin tak lama lagi akan menjadi kaya.

2 hari lalu saya ketemu Dani (lagi) Dani cerita 30% arennya dirusak oleh babi. Terpujilah babi yang terpilih ini. Karena tidak diperbolehkan untuk mengganggu Arennya. Dari semua hewan didunia,semut, cicak,burung, katak, anjing hingga buaya. Tapi Tuhan memilih babi untuk menguji cita-cita Dani yang ingin segera kaya.

gambar 🐷 dari Google

Apakah Dani harus goyah? berhenti karena arennya rusak? Tidak! Dani malah bersiap menyulam kembali tanaman arennya.

Dengan gaya seorang filosof Dani bilang ke saya yang paling penting kau tahu menempatkan masalahmu Na. Aku tidak berfokus pada si babi jahat itu tapi pada kebun arenku yang dirusak, pada mimpiku. Begitu pun, makhluk Tuhan lainyya seperti manusia pun ada yang terpilih untuk merusak rencana dan kehidupan orang lain. Maka menentukan fokus itu penting sekali dalam kehidupan ini. jangan sampai salah fokus. Biarkan saja babi-babi itu.

Eh!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Umar dan Sembilan Butir Peluru yang Selalu Dibawanya

Tahun 2019, saya menggantikan Faisal Hadi sebagai interpreter untuk seorang periset bernama Amoz J. Hor. Bersama Hendra Saputra, kami berkunjung ke beberapa tempat sepanjang pantai timur Aceh. Perjalanan tersebut berlangsung selama hampir dua minggu. Dari banyak narasumber yang kami temui, salah satunya Umar. Ia adalah mantan ajudan Teungku Ishak Daud—Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Peureulak. Di awal, Umar terkesan defensif, tampak tak suka dengan kedatangan kami, terutama ketika hendak diwawancara. Wajahnya datar tanpa emosi, sulit meraba apa yang ia pikirkan saat itu. Usaha saya untuk beramah-tamah terasa sia-sia belaka karena Umar terlihat amat ketus. Hati kecil saya bergumam, kalau tidak berkenan diwawancara kenapa menerima sejak awal? Orang ini terkesan plintat-plintut. Saya mengalami jalan buntu dalam mencari jalan keluar untuk memecah kebekuan di meja. Amoz tampaknya bisa merasakan itu. "Nana tidak usah terlalu berusaha. Tidak apa-apa, kita minum kopi saja,&quo

Suzuya Mall Banda Aceh Terbakar

Suzuya Mall Banda Aceh, letaknya di Seutui. Kampung tempat saat ini saya tinggali, waktu tempuh sekira 20 menit saja kalau jalan santai atau 4 menit dengan sepeda motor. Tempat perbelanjaan (hampir) serba ada ini gak terlalu spesial, cuma sering ada diskon dan beberapa barang/merek yang gak dijual bebas seperti Ace, The Body Shop, Miniso aja yang buat saya kesana. Tentu, sebagian besar bukan belanja beneran barang-barang tersebut melainkan window shopping , cari inspirasi atau nambah semangat nabung . Biasanya, setiap dua minggu saya selalu belanja bahan rumah tangga. Sebagian barang yang tahan lama saya beli di pasar modern seperti swalayan, banyak diskon yang ditawarkan. Sementara bahan tak awet seperti sayuran dan ikan saya beli di pasar tradisional, karena biasanya lebih murah dan seringkali langsung dari tangan pertama (petani). Itu kebiasaan yang sudah saya bangun sejak 2 tahun yang lalu untuk menjaga efisiensi dan tetap ekonomis. Rino suka menemani saya belanja, yang sebenarnya

Membersamai Langkah Kaki

Bo, adang-kadang saya merasa kalau kita sudah lama sekali bersama dalam hubungan ini. Hahaha. Padahal setelah saya hitung, baru setahun setengah, PAS! Hey, happy 1,5 tahun and still count yah. Saya gak akan malu-malu nunjukin perasaan saya, orang-orang bilang nanti kalau putus bisa malu. Kalau ga jadi nikah bisa malu. So, what? Kenapa memangnya? Dunia ini terlalu kecil untuk menggosipkan kita, right? Tapi, entah Bo juga menyadarinya bahwa tiap kali kita berjauhan entah karena urusan kerja atau sesuatu. Selalu ada barang milik pasangan yang dibawa serta. Cara bagi kita untuk terus membersamai. Seingat saya, kamu yang memulainya saat saya bertugas ke Bener Meriah. Eh, atau saya yang memulainya saat ke Bener Meriah. Kita uji saja sayang, siapa yang lebih dulu melakukannya. Dan pemenangnya, harus diberi hadiah, hahaha.  (fotonya justeru saat sedang di Lampuuk) Saat itu, saya bertugas kemana gitu lupa (Bener Meriah deh kayaknya) dan meninggalkan jaket orange-hijau lumut saya untuk kamu paka