Langsung ke konten utama

Lelaki yang kupanggil Sayang

Jika cinta adalah seni, maka Rino adalah seniman terbaik. Tentu saja versi hati saya. 



Beberapa bulan sebelum 2019, berita-berita kekerasan seksual saya baca dan bincangkan dengan seorang teman, ditulis dengan sangat baik oleh jurnalis Liputan.6 : Rino Abonita.

Penasaran betul dengan penulis nya, awal dugaan tentulah ia jurnalis yang berdiam diluar Aceh cum non Aceh. Sampai Fuadi (teman saya) bilang kalau dia sudah ngopi darat. "Napa gak ajak aku?" sempat saya menggugat. "Aduh, tiba-tiba Na. Nanti ya" Fuadi membela diri.

Tetapi ternyata, itu adalah nanti yang tak pernah datang sampai suatu sore di Diskusi Sabtuan KontraS Aceh bertema Psikologi Korupsi, Rino datang. Ya, saya tak cukup baik mengingat angka tapi waktu itu adalah pengecualian. 30 November 2019 (saya ingat, sebab itu tanggal yang sama dengan hari lahir Ayah saya). Khas! berkaca mata, pakai topi, jaket less merah  dan bersandal swallow

Tapi saya tak tau entah bagaimana prosesnya. Jikapun diceritakan tak menarik (lelaki ini penikmat kesendirian, tak ada hangat²nya ditambah sombong pula).  Tiba tiba saja, ditahun 2021 saat meugang ramadhan didepan mata. Kami sepakat saling sayang.

Khawatir ditipu oleh pikiran sendiri, takut cinta saya padanya semu. Saya menguji keteguhan hati untuk lelaki kurus pemetik gitar ini. Sampai pada simpulan: Saya sayang Rino, tanpa syarat dan bukan karena-karena. Tentu, ia pun bukan laki-laki biasa. Kualitas nya sebagai pasangan lebih dari layak untuk lulus (kalau kualitasnya  sebagai mahasiswa, penulis, jurnalis, anggota organisasi mahasiswa tempat ia bergabung dulu, itu bukan hak saya menilai). Dia penyayang, lembut hati, tak segan meminta maaf, sepakat belajar untuk kebaikan hubungan kami, tak menghakimi pilihan ekspresi dan (terpenting) menyayangi saya hanyalah beberapa diantaranya. Sisanya biar saya simpan sendiri.

13 Desember, 32 tahun lalu Rino lahir. Saya tak henti berterima kasih pada orang tua yang melahirkan, mendidik dan membesarkan nya, kepada semesta yang perjumpakan kami. Buat kita berdua : Terimakasih karena saling menemukan. Kepada Tuhan : Mohon satukan kami batin maupun lahir.

Hampir lupa (karena kebanyakan curcol) --

Selamat hari lahir sayang. Panjang umur serta mulia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Umar dan Sembilan Butir Peluru yang Selalu Dibawanya

Tahun 2019, saya menggantikan Faisal Hadi sebagai interpreter untuk seorang periset bernama Amoz J. Hor. Bersama Hendra Saputra, kami berkunjung ke beberapa tempat sepanjang pantai timur Aceh. Perjalanan tersebut berlangsung selama hampir dua minggu. Dari banyak narasumber yang kami temui, salah satunya Umar. Ia adalah mantan ajudan Teungku Ishak Daud—Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Peureulak. Di awal, Umar terkesan defensif, tampak tak suka dengan kedatangan kami, terutama ketika hendak diwawancara. Wajahnya datar tanpa emosi, sulit meraba apa yang ia pikirkan saat itu. Usaha saya untuk beramah-tamah terasa sia-sia belaka karena Umar terlihat amat ketus. Hati kecil saya bergumam, kalau tidak berkenan diwawancara kenapa menerima sejak awal? Orang ini terkesan plintat-plintut. Saya mengalami jalan buntu dalam mencari jalan keluar untuk memecah kebekuan di meja. Amoz tampaknya bisa merasakan itu. "Nana tidak usah terlalu berusaha. Tidak apa-apa, kita minum kopi saja,&quo

Suzuya Mall Banda Aceh Terbakar

Suzuya Mall Banda Aceh, letaknya di Seutui. Kampung tempat saat ini saya tinggali, waktu tempuh sekira 20 menit saja kalau jalan santai atau 4 menit dengan sepeda motor. Tempat perbelanjaan (hampir) serba ada ini gak terlalu spesial, cuma sering ada diskon dan beberapa barang/merek yang gak dijual bebas seperti Ace, The Body Shop, Miniso aja yang buat saya kesana. Tentu, sebagian besar bukan belanja beneran barang-barang tersebut melainkan window shopping , cari inspirasi atau nambah semangat nabung . Biasanya, setiap dua minggu saya selalu belanja bahan rumah tangga. Sebagian barang yang tahan lama saya beli di pasar modern seperti swalayan, banyak diskon yang ditawarkan. Sementara bahan tak awet seperti sayuran dan ikan saya beli di pasar tradisional, karena biasanya lebih murah dan seringkali langsung dari tangan pertama (petani). Itu kebiasaan yang sudah saya bangun sejak 2 tahun yang lalu untuk menjaga efisiensi dan tetap ekonomis. Rino suka menemani saya belanja, yang sebenarnya

Membersamai Langkah Kaki

Bo, adang-kadang saya merasa kalau kita sudah lama sekali bersama dalam hubungan ini. Hahaha. Padahal setelah saya hitung, baru setahun setengah, PAS! Hey, happy 1,5 tahun and still count yah. Saya gak akan malu-malu nunjukin perasaan saya, orang-orang bilang nanti kalau putus bisa malu. Kalau ga jadi nikah bisa malu. So, what? Kenapa memangnya? Dunia ini terlalu kecil untuk menggosipkan kita, right? Tapi, entah Bo juga menyadarinya bahwa tiap kali kita berjauhan entah karena urusan kerja atau sesuatu. Selalu ada barang milik pasangan yang dibawa serta. Cara bagi kita untuk terus membersamai. Seingat saya, kamu yang memulainya saat saya bertugas ke Bener Meriah. Eh, atau saya yang memulainya saat ke Bener Meriah. Kita uji saja sayang, siapa yang lebih dulu melakukannya. Dan pemenangnya, harus diberi hadiah, hahaha.  (fotonya justeru saat sedang di Lampuuk) Saat itu, saya bertugas kemana gitu lupa (Bener Meriah deh kayaknya) dan meninggalkan jaket orange-hijau lumut saya untuk kamu paka