Self Love ; Mulai dari Tubuhmu

Beberapa bulan yang lalu, sahabat saya menginap dirumah selama dua hari. Saya memberikan dia pakaian tidur saya kalau boleh jujur ya kebanyakan berupa  hotpans, kaos,  tanktop bahkan saya punya beberapa lingerie. Sempat ia agak terkejut (saat melihat lingerie)  sambil tertawa,

"Aku yang punya pasangan (seksual) kenapa qe (kamu) yang membeli lingerie."

Saya balas tertawa, ah iya saya memang single. Dan boleh jadi, orang bertanya-tanya buat apa sih lingerie buat orang seperti saya? Mau menggoda siapa Na?

Mari saya ceritakan, hal yang tak pernah saya sampaikan ke orang-orang bahwa sebenarnya  saya punya issue soal rasa insecure. Secara postur, saya yang tergolong pendek ini mungkin terlihat biasa dan proporsional. Oh, tidak! Untuk perempuan kebanyakan payudara saya itu termasuk ukuran besar. Saya juga kesulitan mencari bra yang cocok untuk dipakai. Selama ini, saya hanya memuja bra-bra yang terpajang cantik di toko-toko pakaian dalam, tanpa mungkin membeli atau memakainya. Kenapa? sebab tak ada ukuran.

Di keluarga besar kami, saya memiliki 4 sepupu perempuan yang sebaya. Kami tumbuh bersama, kecuali perihal tinggi badan dan tentu ukuran payudara. Sejak menjelang kelas VI SD, payudara mulai tumbuh dan terasa sakit dengan ukuran diatas rata-rata teman sebaya dan sepupu-sepupu. Sialnya, rasa sakit itu bertambah karena uwak saya seringkali menyinggung-nyinggung soal ukuran payudarasambil membandingkannya dengan sepupu yang lain. Sering beliau bilang "Kok bisa besar kali ya? yang lain gak begitu."

Tidak berhenti disitu, teman-teman juga (mungkin niat bercanda) membulli. Dari SD sampai saya SMP, karena malu akhirnya saya mencari tahu apa penyebab payudara besar. Dari teman-teman jualah, saya dapati beberapa kesimpulan. Mulai dari kena angin sampai dengan penyebab sebab karena dipegang. Tanpa mekanisme check n balance, saya terima aja informasi tersebut.

Sejak saat itu saya memakai pakaian berlapis, saya juga berusaha sekali agar tangan saya tidak terkena payudara sedikitpun. Supaya apa? supaya gak makin besar. Karena tak tahan bulli, saya sempat memakai sebat, berjalan membungkuk untuk menyembunyikan payudara hingga berfikir untuk mencari obat pengecil. Selain berusaha untuk tidak sering menyentuh payudara, saya juga jadi takut dan membatasi diri untuk dekat dengan laki-laki.  Setelah dewasa saya tahu, bahwa itu semua hoax semata. Akibat dari kelakuan aneh itu, tulang belakang sempat mengalami sakit. Jika diingat-ingat, betapa bodoh nya saya.

Ternyata setelah SMA dan jadi Mahasiswi pun dampak bulli dimasa lalu tetap berlanjut dalam hidup. Kecuali karena pernah ke pesantren dan berkuliah di  kampus Islam. Kalau boleh, jujur jauh dari dalam hati saya saya malu dengan payudara yang besar itu. Seolah-olah saya sedang menanggung dosa dan membawanya ke mana-mana. Seringkali saya menutupi dada saya dengan jilbab besar, (mungkin) bukan karena suruhan agama tapi karena saya malu pada diri sendiri.

Sampai pada suatu ketika, saya belajar bahwa mestinya saya menerima dan mencintai diri saya sendiri dan nggak perlu malu dengan apa yang saya punya. Mau sampai kapan saya membohongi diri? saya mulai coba mencintai apa yang saya punya bahwa dia adalah indah. Tapi itu tentu tak mudah. Apalagi s
ejak kecil, keluarga kita menekankan bahwa organ seksual adalah benda memalukan. Vagina disebut kemaluan bahkan kita segan menyebut nama payudara. Kita "dibuat" malu dengan organ reproduksi milik kita sendiri. Dan ini barangkali terjadi tak hanya pada saya.

Bagaimana caranya membuat pikiran dan hati saya percaya, bahwa apa yang saya punya memang baik adanya. Bahwa payudara bukanlah aib, terlepas dari sebesar apapun ukurannya. Terserah kalaupun gak sama dengan ukuran perempuan rata-rata. Gak mudah memang, saya butuh bertahun-tahun untuk lepas dari stigma yang sudah menjelma dan membesar didalam kepala saya sendiri.

Sampai suatu waktu, ada dua kejadian besar terjadi. Pertama teman yang mengalami kanker payudara dan kedua lingerie seorang senior tinggal dirumah saya. Saat saya mencoba dan mematutnya
di cermin. Saya terkejut, melihatnya dengan cara yang lain. Seksi sekali ternyata, lalu saya bilang ke diri saya "indah ternyata, nana enggak perlu malu, segala yang dicipta Tuhan pasti punya manfaat tersendiri. Mungkin itu akan memudahkan nana kalau nanti punya baby"

Meskipun melalui lingerie, cinta diri itu ter affirmasi!

Itu cara saya menaikkan kecintaan terhadap diri sendiri dengan melihatnya, menyentuhnya sambil melakukan self talk dan self appreciation. And, it works! Saya sengaja tuliskan ini, barangkali kisah ini bermanfaat juga buat teman-teman yang mungkin korban bully seperti Nana. Barangkali cara ini bisa dipakai, semoga bisa bermanfaat!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Bagi Jomblo Menghadapi Weekend

Suzuya Mall Banda Aceh Terbakar

Jogja, Istimewa (Sebuah Catatan Perjalanan)