Cari Penginapan di Pidie? (Secuil Review dari Nana) 1

18/11/2020

Dalam perjalanan kerja, situasi membuat tim kami harus menginap di Pidie yang beribukota Sigli. Sesungguhnya gak pernah dalam sejarah kami menginap dikota ini. selain jaraknya yang gak begitu jauh dengan Banda Aceh. Pun tujuan akhir kami ke Lhokseumawe. Tapi seperti yang disampaikan diawal. Kondisi mengharuskan kami, pun sayang juga driver yang kelelahan kalau harus kejar jam tayang. 

Setelah cari sana sini. Kami putuskan untuk menginap di 5 Hotel, saya sebenarnya tak mau menceritakan apapun perihal penginapan tersebut. selain biaya kamar standar Rp. 250.000 namun jika kawan-kawan mau memilih kamar lebih kecil dengan tempat tidur queen, hanya Rp. 150.000. Karena pandemi, gak ada sarapan pagi. Hotelnya bersih, seberangnya ada mesjid. Saya awalnya merencanakan keliling dan foto-foto. 

Tapi sebuah tragedi tengah malam membuat semua buyar.

Pukul 1.48 pagi, kamar kami diketuk lumayan kencang. Saya diam, teman saya: Sharrah juga terdiam. Ia yang berpikir banyak nonton film horor hanya berpikir itu hantu. Lalu ketukan kedua, lalu ketiga saya sudah tak tahan. 

"Siapa?" tak ada jawaban

Lalu ketukan lagi.

"Siapa!"

"Resepsionis"

Ah, ganjil betul, mengapa pula resepsionis bertanya pintu tengah malam. Tapi mustilah ada yang penting. Saya buka pintu, tak lebar hanya setengah dari wajah saya. tetapi cukup untuk dapat melihat siapa diluar. Dan, itu bukan resepsionis. Sialnya, KTP yang saya beri sebagai identitas kepada pihak penginapan ternyata diberitahukan pada laki-laki yang mendaku sebagai polisi. Saya tahu itu sebab si polisi menyebutkan nama kecamatan tempat saya berasal.

"Dengan siapa dikamar?" tanyanya

"Dengan Teman" jawab saya

lalu ia tanya nama teman saya, saya mengatakan meski terakhir menyebutkan nama yang sangat umum. 

"Saya kira namanya Tintin" 

“Bukan!” Sahut saya sambil menutup pintu.

Lima menit kemudian, ada ketukan lanjutan. Kami memilih tak membuka pintu. Lalu menggotong meja dan menaruhnya didepan pintu. Sampai pagi saya tak dapat tidur, sementara Sharrah mengaku mimpi hantu. 

Paginya, receptionis sudah berganti (Ah, padahal saya mau memarahinya karena membocorkan identitas). Tapi mau gimana, saya terlambat bangun.  

Si resepsionis baru meminta fc identitas rekan sekamar saya. Saya berang, lalu memuntahkan kekesalan yang sejak dini hari ada dihati. Soal ethic, soal betapa tidak profesional dan saya akan review penginapan ini.

Seakan ingin meredam lahar, ia ceritakan soal si polisi yang ditinggal istrinya karena cek cok rumah tangga. Tanpa ampun, suara saya semakin meninggi, mustinya ada surat bla..bla..bla. Lalu, saya check out dengan rasa puas karena dia minta maaf. Ah, ini jenis kepuasan yang harusnya juga diterima korban pelanggaran HAM. Meskipun bukan laki laki yang semalam, setidaknya otoritas resepsionis. Begitu kira kira.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Bagi Jomblo Menghadapi Weekend

Suzuya Mall Banda Aceh Terbakar

Jogja, Istimewa (Sebuah Catatan Perjalanan)