Jangan Ada Anjing diantara Kita (Refleksi film Replika Cinta di Pulau Rubiah)
Setelah 13 menit usai menonton film tersebut. Saya terdiam,
campuran perasaan meluap-luap didada.
Barangkali ini menjadi sangat personal, bagi saya tak mudah
memutuskan menikah. Sebab, itu adalah muara dari penerimaan-penerimaan terhadap
perbedaan baik sikap, pikir maupun kebiasaan dan kompromi-kompromi atasnya.
Bertanyalah saya, bagaimanakah cinta yang memaksa? Meminta
tanpa mau memberi. Pada nilai-nilai kebenaran universal barang tentu kita tak
dapat berkompromi. Bagaimana jika itu adalah kecintaan terhadap makhluk hidup
meski ia hanyalah seekor anjing. Semurah itu harga sebuah hubungan?
Harga upaya, usaha dan pengorbanan adek yang datang ke
Sabang demi prawedding jadi tak berharga.
Hanya karena seekor anjing. Sebagai
sesama orang yang kurang suka pada anjing (kebetulan saya trauma karena pernah
dikejar anjing). Menempatkan diri pada posisi abang, mungkin saya akan bilang “sama’
dirimu sebelum kau sentuh aku.” Memang rasanya menjadi kocak
Dalam satu adegan diperlihatkan betapa sulitnya Annisa memutuskan. Antara menyelamatkan anjing yang sebelumnya sempat ia tolong atau
melanjutkan sesi prawedding dengan abang. Hatinya diuji, antara cintanya pada
abang dengan cintanya pada nilai-nilai yang ia anut sebagai seorang calon
dokter hewan menuntun diri untuk menolong hewan malang tersebut.
“Kalau memang Rubiah bias jadi tempat transit para jemaah
haji sebelum ke Jeddah. Adek juga pengen Rubiah itu bias jadi tempat transit
kita sebelum kita menikah” kata Annisa sebelum mereka melangsungkan proses photo pra wedding.
Lalu bagaimana jika cinta mereka selamanya tak
sempat berlabuh? Saksikan mini drama yang bersetting di Sabang tentang kisah cinta Annisa dan Ali. Bukan hanya itu, ada 17 mini film buatan sineas muda dari berbagai kota di Indonesia yang dapat disaksikan di viu shorts!
Komentar
Posting Komentar