Good Bye An
Nay melepaskan semua martabat dan
harga diri yang disebut-sebut oleh orang-orang disekitar. Persetan! Dan An dengan keterlaluan bilang mereka hanya teman. Hari-hari yang mereka lalui sungguh tiada arti bagi An? Sedari awal Bukan Nay
yang meminta, An sendiri yang memaksa masuk dalam hidupnya.
Nay mencoba mengingat, belasan
penolakan yang ia berikan pada An. Bangsat! Hatinya berdarah lagi.
“Bilang padaku kalau nanti kamu
punya pacar, rasa sayangku tidak akan berkurang”
“Mengapa bukan kau saja yang jadi
pacarku”
“Kita bukan remaja, kata pacaran
sungguh tak cocok untuk kita Nay”
“Yang kita jalani apa An?”
“Hubungan tak terdefinisikan Nay.
Aku cinta kamu, itu cukup bagi kita”
Tanganku terkepal, aku sebenarnya
marah. Tapi sejak awal ini adalah hubungan tanpa nama. An tak salah. Kalau sekarang
ia yang merasa goyah dan ingin ada sekuritas dalam relasi mereka berdua. Maka
Nay yang tersesat dan tiba-tiba tak mampu lagi untuk melanjutkan hubungan yang
tak tahu hendak disebut apa. Sampai pada hari-hari kedepan yang tak mampu Nay
hitung, apakah ini hanya akan menjadi sebuah Friends with benefit.
Apakah kebersamaan kita menjadi
sebuah penjara buatmu An? Aku tak pernah menerima
kapal-kapal yang singgah. Datanglah jika hendak berlabuh. Dan An tak pernah lagi datang.
Patah hati begini menjadikan Nay
sinis melihat cinta. Bagi Nay, cinta itu adalah ilusi yang dibangun manusia.
Faktanya hanya ada hasrat. Dusta-dusta manusia tentang indahnya berumah tangga
adalah dongeng bagi Nay.
Ia mengenal neraka itu sejak sekolah menengah pertama
hingga menjadi Mahasiswi. Bahkan ajakan-ajakan menyempurnakan
separuh agama tak lagi menyentuh hatinya.
“Hukum menikah itu bukan cuma
wajib kan, menikah bisa menjadi haram bila menyakiti” ujar Nay sambil
tertawa tiap kali temannya bertanya.
Nay tau teman-temannya mengatakan
itu karena peduli atau pura-pura peduli. Tapi persetan saja pada ketulusan itu. Nay tetap akan
berterima kasih pada perhatian yang menyakiti itu.
Komentar
Posting Komentar