BUMI dan MARS
Bagi Bumi, Mars adalah cinta dalam segala wujud yang ia damba. Ia mendaku pada siapapun yang bertanya soal hubungan mereka bahwa Mars adalah seorang abang. Tentu saja bukan abang kandung sebab semua orang yang mengenalnya tahu bahwa Bumi anak sulung. Meskipun terlihat selalu riang dan punya banyak teman. Faktanya, Bumi memang sepi. Padanya ditanam sejuta harapan meski kemudian dihantam banyak kecewa.
Bersama Mars, seperti manusia di padang yang bertemu oase. Genap sudah rindunya pada sosok yang dapat diajak bercerita, berbagi dan menyerap seluruh semangat kedalam jiwa. Celoteh rianya menemukan muara. Selalu merasa penuh dan tak kekurangan. Begitu selanjutnya, bertahun-tahun bersama tak terlintas di benak Bumi hendak berkekasih. Sebab sebenar-benarnya Mars adalah yang pertama. Lima tahun mengenal Mars, ia tak menginginkan siapa-siapa lagi. Apapun yang ia damba dari seorang lelaki baik sebagai teman maupun abang meski lama-lama ... sejujurnya rasa pada hati, ia mulai ingin lebih dari sekedar adik.
Tentu bukan serta merta, awalnya hanya berbagi waktu bersama bercerita. Mars yang mengajarkan Bumi melihat dunia dari sudut yang berbeda. Cinta kasih pada sesama yang maha luas serta cerita-cerita aktivismenya di bangku kuliah dulu. Pada Mars, Bumi berkaca bagaimana hidup sehidup-hidupnya. Lalu entah sejak kapan, jantungnya menjadi tak keruan bila mereka berdekatan. Apa istilah yang mereka sebut? Cinta datang karena terbiasa? Bukan! Jika Adonis ada dunia, maka Mars salah satunya. Ia cinta Mars sejak awal.
"Mars, jika dulu kau tak datang ke kotaku. Barangkali kita tak akan pernah bertemu" suatu ketika Bumi bicara saat mereka mengenang awal-awal berjumpa di sebuah organisasi.
"Dik, jika memang harus bertemu, tidak di kotamu ditempat lain pun kita akan diperjumpakan" balas Mars
"Begitu?" tanyanya
"Mengapa kau serupa tak percaya takdir?"
Komentar
Posting Komentar