Langsung ke konten utama

Tumapel ; Kota Impian (2)

Orang-orang yang sengaja hendak ke Tumapel atau sekedar singgah saat melewatinya saat perjalanan akan takjub dan heran. Bagaimana mungkin sebuah kecamatan kecil ini ramai dan bersinar laksana sebuah bandar di Kediri*). Bukan laksana, tetapi sesungguhnya memang sentra perdagangan. Inilah Tumapel, sebuah kota kecil yang perputaran barangnya melampaui wilayah-wilayah yang lain.

Menambah keindahan kotanya, taman dibangun. Berisi bunga aneka warna dengan obor disekeliling taman membuatnya terlihat indah dalam cahaya temaram api saat malam hari. Orang-orang selalu ramai bahkan setelah matari terbenam hingga menjelang fajar sekalipun tak ada kata sepi. Detak jantung Tumapel tiada henti. Begitupun di kedai entah hanya meminum tuak atau berjudi. Ya, disini judi dilegalkan oleh Akuwu Tunggul Ametung. Pajaknya menjadi pemasukan sebagai sebagai pendapatan di kas daerah. Ditengah kota yang disebut Kutaraja sebuah istana kecil bernama Pakuwon berdiri. Untuk melindungi kota kecil dari serangan daerah lain dan musuh, sebuah benteng dibangun.

Jika ingin mundur sedikit, Tumapel bukanlah apa-apa. Sebelumnya wilayah ini dihindari oleh para pejalan atau peziarah. Bukan apa-apa, ini adalah basis perompak dan pengacau keamanan yang melawan kerajaan Kediri. Kecuali kau punya nyawa ganda sebab berani lewat artinya siap mati, nasib baik bila hanya hartamu saja yang diambil sebab seringkali mereka mengambil nyawa.
Ditangan dingin Tunggul Ametung, segala citra buruk itu dirubah. Bukan main-main dalam beberapa tahun saja Tumapel telah menjadi serupa bandar besar. Pedagang bertemu, taman dan istana  dibangun, uang berputar hingga ke sudut kota. Tumapel telah berganti rupa menjadi kota bercahaya.

Ken Arok sekarang bekerja sebagai pengawal. Meskipun tubuh Arok kekar, berilmu kanuragan serta memiliki kharisma. Jika bukan dengan bantuan Lohgawe, seorang resi dari India yang merupakan kepercayaan Akuwu Tumapel. Ia tak mungkin ada disini, di Tumapel. Kota impian bagi para lelaki muda seperti Arok yang ingin membangun kehidupan atau karir keprajuritan. Bagi Arok sendiri, Lohgawe bukan lagi resi penolong yang ditemui tak sengaja di kaki bukit. Ia sudah seperti orang tuanya sendiri. Kata Lohgawe serupa sabda bagi Arok. 

Tak butuh lama bagi Arok untuk bergaul dan memiliki banyak teman. Ia memiliki seorang teman yang setia dan dekat dengannya, Kebo Hijo. Kebo Hijo bukan orang sembarangan, ia prajurit yang gesit dan cerdas. eskipun sebagai sesama pengawal, ada sikap yang mencolok yang membuat Kebo Hijo kurang disenangi oleh rekan prajurit lain. Ia sombong dan tukang pamer. Tetapi mereka sering sekali bersama, entah sebab tugas atau hanya bersenang-senang di kedai tuak.

Seperti hari ini, mereka mendapat tugas mengantar Tunggul Ametung ke Pakuwon. Sesampai disana, seolah menunggu kedatangan mereka. Telah berdiri seorang perempuan berkulit kuning memakai kain batik berwarna gading keemasan. Dialah Ken Dedes, istri Tunggul Ametung yang konon kecantikannya serupa dewi. Ah, berita itu benar rupanya. Serupa dewi, bukan tipuan. 

Sebagai seorang prajurit mereka memiliki banyak aturan, termasuk salah satunya tidak boleh sembarangan menatap wajah istri akuwunya. Tapi aturan itu seketika hilang dari pikiran Ken Arok.  Saat Ken Dedes menuruni tangga, tersingkaplah kain panjangnya. Betisnya yang putih seperti bercahaya. Darah Ken Arok berdesir, belum pernah ia melihat perempuan seumpama Dewi Laksmi.
Tetapi bukankah dalam hidup ini manusia tidk pernah dibiarkan menang mutlak. Arok yang perkasa boleh jadi digilai para perempuan se-Tumapel. Tapi bagi dirinya sendiri, jangankan jatuh hati. Menatap ke arahnya perempuan yang seketika membuat jatuh hati pun sebuah larangan. Bagi Arok, mencintai adalah sebuah dosa. Terlebih karena pada istri junjungannya sendiri. Meski tak pernah ia ungkap dalam kata, Kebo Hijo, sahabatnya cukup tanggap untuk melihat perubahan ekspresi di wajah Arok.
Sambil mendekat ke arah Ken Arok, Kebo Hijo setengah berbisik
“Insafi dirimu, Arok”


*)kediri adalah kerajaan
*) Foto dari google

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Umar dan Sembilan Butir Peluru yang Selalu Dibawanya

Tahun 2019, saya menggantikan Faisal Hadi sebagai interpreter untuk seorang periset bernama Amoz J. Hor. Bersama Hendra Saputra, kami berkunjung ke beberapa tempat sepanjang pantai timur Aceh. Perjalanan tersebut berlangsung selama hampir dua minggu. Dari banyak narasumber yang kami temui, salah satunya Umar. Ia adalah mantan ajudan Teungku Ishak Daud—Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Peureulak. Di awal, Umar terkesan defensif, tampak tak suka dengan kedatangan kami, terutama ketika hendak diwawancara. Wajahnya datar tanpa emosi, sulit meraba apa yang ia pikirkan saat itu. Usaha saya untuk beramah-tamah terasa sia-sia belaka karena Umar terlihat amat ketus. Hati kecil saya bergumam, kalau tidak berkenan diwawancara kenapa menerima sejak awal? Orang ini terkesan plintat-plintut. Saya mengalami jalan buntu dalam mencari jalan keluar untuk memecah kebekuan di meja. Amoz tampaknya bisa merasakan itu. "Nana tidak usah terlalu berusaha. Tidak apa-apa, kita minum kopi saja,&quo

Suzuya Mall Banda Aceh Terbakar

Suzuya Mall Banda Aceh, letaknya di Seutui. Kampung tempat saat ini saya tinggali, waktu tempuh sekira 20 menit saja kalau jalan santai atau 4 menit dengan sepeda motor. Tempat perbelanjaan (hampir) serba ada ini gak terlalu spesial, cuma sering ada diskon dan beberapa barang/merek yang gak dijual bebas seperti Ace, The Body Shop, Miniso aja yang buat saya kesana. Tentu, sebagian besar bukan belanja beneran barang-barang tersebut melainkan window shopping , cari inspirasi atau nambah semangat nabung . Biasanya, setiap dua minggu saya selalu belanja bahan rumah tangga. Sebagian barang yang tahan lama saya beli di pasar modern seperti swalayan, banyak diskon yang ditawarkan. Sementara bahan tak awet seperti sayuran dan ikan saya beli di pasar tradisional, karena biasanya lebih murah dan seringkali langsung dari tangan pertama (petani). Itu kebiasaan yang sudah saya bangun sejak 2 tahun yang lalu untuk menjaga efisiensi dan tetap ekonomis. Rino suka menemani saya belanja, yang sebenarnya

Membersamai Langkah Kaki

Bo, adang-kadang saya merasa kalau kita sudah lama sekali bersama dalam hubungan ini. Hahaha. Padahal setelah saya hitung, baru setahun setengah, PAS! Hey, happy 1,5 tahun and still count yah. Saya gak akan malu-malu nunjukin perasaan saya, orang-orang bilang nanti kalau putus bisa malu. Kalau ga jadi nikah bisa malu. So, what? Kenapa memangnya? Dunia ini terlalu kecil untuk menggosipkan kita, right? Tapi, entah Bo juga menyadarinya bahwa tiap kali kita berjauhan entah karena urusan kerja atau sesuatu. Selalu ada barang milik pasangan yang dibawa serta. Cara bagi kita untuk terus membersamai. Seingat saya, kamu yang memulainya saat saya bertugas ke Bener Meriah. Eh, atau saya yang memulainya saat ke Bener Meriah. Kita uji saja sayang, siapa yang lebih dulu melakukannya. Dan pemenangnya, harus diberi hadiah, hahaha.  (fotonya justeru saat sedang di Lampuuk) Saat itu, saya bertugas kemana gitu lupa (Bener Meriah deh kayaknya) dan meninggalkan jaket orange-hijau lumut saya untuk kamu paka