Menolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual


Infosheet bertebaran masuk ke grup Whatsap saya, isinya sangat menggelisahkan hati. Bagaimana tidak, jika isinya adalah informasi mengenai sebuah rancangan Undang-Undang yang melegalkan zina, seks bebas dan aborsi yakni Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS).


Lalu masyarakat diminta untuk tidak mendukung disahkannya RUU ini karena isinya yang merusak moral bangsa. Tentu saja, tanpa diminta pun masyarakat menolaknya. Bagaimana bisa sebuah RUU yang hendak diketuk palu pada bulan Maret mendatang ini berisi banyak hal buruk dan sangat tidak relevan dengan adat dan budaya kita? Apakah anggota DPR tidak membaca isinya?


Lalu untuk kita, baik yang menolak atau mendukung. Sudahkah kamu membaca draft naskah nya? Jika belum, apa sebenarnya RUU P-KS itu dan kenapa harus ditolak?


Kasus Kekerasan Seksual

Seorang bocah perempuan berusia lima tahun di sebuah gampong di Aceh Utara tengah bermain-main di halaman rumah dengan riang gembira. Ibunya menitipkan anak perempuan tersebut kepada kakeknya sebab hendak ke kebun. Apa yang terjadi? Anak tersebut diperkosa oleh kakeknya sendiri.

Kasus tersebut nyata terjadi pada tahun 2018 yang lalu. Rasanya mungkin berat untuk percaya, tetapi  itu fakta. Bagaimana orang-orang terdekat tak lagi menjadi pelindung yang dipercaya malah memangsa.

Dari hasil kajian KomNas Perempuan sedikitnya 35 perempuan (termasuk anak perempuan) menjadi korban kekerasan seksual setiap harinya. Bahkan Aceh sebagai daerah istimewa dan bersyariat islam sekalipun  ternyata tidak terbebas dari kekerasan seksual. Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Aceh mencatat terdapat 2.412 kasus kekerasan terjadi pada tahun 2017. Lebih sepertiganya atau 846 diantaranya merupakan kasus pelecehan seksual dan 252 merupakan kasus pemerkosaan.


Terbayang bagaimana Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) menjadi layaknya pemadam kebakaran yang harus kesana kemari sebab banyaknya kasus kekerasan terjadi.

Lalu apa sebenarnnya kekerasan seksual itu? Menurut definisi Yayasan Pulih dapat diketahui bahwa kekerasan seksual adalah setiap tindakan baik berupa ucapan ataupun perbuatan yang dilakukan seseorang untuk menguasai atau memanipulasi orang lain serta membuatnya terlibat dalam aktifitas seksual yang tidak dikehendaki. Tidak dikehendaki berarti ada proses pemaksaan disana. Pemaksaan bisa terjadi karena relasi kuasa yang timpang sebab salah satu pihak lebih lemah. Misalnya korbannya anak-anak dan pelakunya orang dewasa. Dalam hubungan ini anak-anak merupakan pihak yang lemah sebab tidak memiliki posisi tawar yang sama dengan pelaku.   


Semakin kesini, bentuk dan jenis kekerasan seksual semakin beragam. Pelaku semakin kreatif dan bermacam-macam cara dilakukan.  Bagaimana mungkin menjerat pelaku jika instrument hukumnya masih ketinggalan zaman? KUHP belum memiliki batasan yang jelas mengenai kekerasan seksual, begitu pula dengan qanun Aceh.

Sebagai contoh, dalam Bab 1 Qanun Aceh NO. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat disebutkan bahwa “Pelecehan Seksual adalah perbuatan asusila atau perbuatan cabul yang sengaja dilakukan seseorang di depan umum atau terhadap orang lain sebagai korban baik laki-laki maupun perempuan tanpa kerelaan korban.”



Perlu digaris bawahi soal tempat yang disebutkan dalam qanun yakni didepan umum. Apakah pelecehan seksual hanya bisa diklaim jika dilakukan di tempat umum saja? Mari kita lihat bagaimana RUU P-KS menimbalnya tanpa batasan ruang.



Bab V Pasal 12 ayat 1 RUU P-KS menyebutkan bahwa Pelecehan seksual adalah Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk tindakan fisik atau non-fisik kepada orang lain, yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat seksual, sehingga mengakibatkan orang lain terintimidasi, terhina, direndahkan, atau dipermalukan.




RUU P-KS hadir mencoba menjawab persoalan kekerasan seksual secara holistik. Hal ini tercermin pada Pasal 3 Bab II yang menyebutkan bahwa Penghapusan Kekerasan Seksual bertujuan untuk mewujudkan lingkungan bebas Kekerasan Seksual. Sebab kekerasan seksual dapat terjadi dimanapun tanpa memandang tempat dan waktu. Itulah mengapa bahkan di institusi pendidikan pun pelecehan dapat terjadi.

Terdiri dari 15 bab dan 152 pasal, didalamnya mengatur tentang pencegahan, hak korban, penanganan, perlindungan hingga pemulihan bagi korban kekerasan seksual.  Dari hulu ke hilir, Undang-Undang ini secara komprehensif akan melindungi masyarakat dari kekerasan seksual.

Ada 9 bentuk  kekerasan disebutkan disana yaitu: Pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual dan penyiksaan seksual. Jadi bagaimana bisa RUU ini dituduh mendukung aborsi sebab dalam isinya pun pemaksaan aborsi termasuk dalam kategori kekerasan seksual. 


Penting untuk diingat, ini dapat terjadi kapanpun dan pada siapapun. Anak, Ibu, adik, kakak bahkan kita sendiri berpeluang menjadi korban kekerasan seksual. Siapa yang dapat menjamin itu tidak akan terjadi?

Kemarin dan hari ini orang lain korbannya, besok belum tentu tidak kita menjadi sasaran. Pada siapa hendak dimintai pertolongan dan perlindungan? Nyatanya perangkat hukum kita memang belum begitu khusus mengatur persoalan kekerasan seksual. Harapan digantungkan pada kepastian melalui Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Lalu jika ada tawaran satu undang-undang yang mengatur segalanya dengan harapan korban semakin terlindungi. Dengan alasan apa kita menolak? 
RUU PKS sendiri sudah disepakati masuk program legislasi nasional prioritas sejak tahun 2016. Akan tetapi wujudnya masih belum tampak bahkan menjelang Pemilu ini. Jika prosesnya harus bertambah lama sebab kita tak lagi mau membaca. Siapkah kita terus menambah angka?



*) Foto dari Google 
*) Sudah dimuat di Harian Rakyat Aceh

Komentar

  1. Keren... .tetap semangat memperjuangkan hak hak perempuan

    BalasHapus
  2. Makasih indri ..
    Semangat terus buat kita bersama...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Bagi Jomblo Menghadapi Weekend

Suzuya Mall Banda Aceh Terbakar

Jogja, Istimewa (Sebuah Catatan Perjalanan)